Hari itu, saya masih duduk di
bangku SMA kelas X, saya ingat betul pada saat pelajaran Seni rupa, guru
menanyakan hal yang simpel namun berbobot,
“oke anak-anak, saya akan kasih
pertanyaan buat kalian.” Kata guru seni rupa yang bernama bu Yurmawati, biasa
dipanggil bu Yurma.
“baik buu...” jawab kami
serempak.
“baiklah,, apa yang dimaksud
dengan seni?” tanya bu Yurma serius.
Kelas hening sejenak. Akhirnya
ada salah satu siswi yang mengangkatkan tangannya bermaksud untuk menjawab
pertanyaan yang diajukan bu Yurma dengan percaya diri.
“ohh,, bagus Muthia,
silahkan..” kata bu Yurma sambil senyum
“seni adalah imajinasi dan
keresahan diri yang tertuang dalam kertas, suara, maupun alat-alat lainnya”
jawab Muthia.
“hmm.. imajinasi dan keresahan
diri.. baiklah sangat bagus, beri applouse buat Muthia”
sanjung bu Yurma.
Kini kelas begitu ramai dengan
suara tepuk tangan.
“baiklah, apakah ada lagi yang
ingin mengutarakan arti seni?” tanya bu Yurma kembali.
Kelas kembali hening, dan
tidak ada satu pun yang mengangkat tangan setelah Muthia, sepertinya kebanyakan
dari siswa dan siswi di kelas sudah terlanjur takjub dan minder dengan jawaban
Muthia.
“tidak ada? Baiklah aku akan
memberi tahu kepada kalian arti dari seni, kalian mau tahu?” kata bu Yurma.
“iyaa buu...” jawab kami
serempak.
“baiklah,, seni adalah,,
Bebas” jawab bu Yurma singkat.
Benar-benar membingungkan
dengan jawaban yang diutarakan bu Yurma, sangat singkat. Alhasil salah satu
dari kami bertanya lantaran tidak begitu puas dengan jawaban yang diutarakan bu
Yurma.
“maaf bu, maksudnya apa yah?”
tanya Dicki dengan mimik wajah yang penuh tanya dan kebingungan.
“haha,, Ibu harus jawab apa,
seni itu bebas, semua yang ada di sekitar kalian, yang kalian lakukan, yang
kalian pikirkan, dan fashion kalian tidak terlepas dari seni”
jawab bu Yurma dengan geli.
Sama seperti Dicki, saya juga
merasa bingung dengan yang dimaksud bu Yurma. Namun setelah dipikir-pikir
beberapa tahun kemudian, akhirnya saya mengerti apa yang dimaksud guru seni rupa
semasa SMA ku itu. Hidup saya tidak terlepas dari seni, seni rupa khususnya. Ayah
dan ibu saya memiliki hobi yang sama, yaitu menggambar, hasilnya saya mewarisi
hobi mereka dan bisa dibilang menjadi bakat sejak kecil. Yaa,,! saya termasuk
salah satu anak yang cepat progresnya dalam belajar hal-hal yang berkaitan
dengan seni rupa, ditambah lagi hobi saya adalah menggambar, bagian dari seni
rupa. Saya termasuk orang yang tidak terlalu pintar dalam hal akademik, tidak
termasuk orang yang hebat dalam berbagai cabang olah raga, tidak begitu lancar
ketika berbicara di depan umum bahkan kelas sendiri, dan yang sangat disesalkan
adalah kurangnya ilmu pengetahuan tentang islam. Tapi ada satu hal yang membuat saya gampang dikenal oleh teman-teman di sekitar, yaitu melalui menggambar.
SDS Muhammadiyah 18, saya ingat
betul ketika datang sebagai murid baru pada kelas 2. Awalnya teman-teman
sekelas bersikap acuh tak acuh, tidak ada yang menyapa dan
memperkenalkan diri lantaran saya adalah anak murid baru. Tapi hal itu hanyalah
sementara, satu minggu berselang, saya dikenal oleh teman sekelas, karna pada
pelajaran seni rupa saya menggambar pemandangan dan dihiasi oleh orang-orang
yang beraktivitas sebagai objek di gambar tersebut. Saya ingat betul pada saat
itu teman-teman sekelas berkumpul dan mengitari meja tempat saya menggambar, dan tidak sedikit
dari mereka yang memuji bahkan minta digambarin.
Beberapa tahun kemudian
tibalah masanya saya menduduki bangku SMPN 53 Jakarta, salah satu SMP Negri
terbaik nomor dua di Jakarta Utara. Saya termasuk orang yang pendiam dan
tertutup di kelas. Ada beberapa hal yang saya ingat sampai sekarang adalah
ketika diremehkan oleh salah satu teman sekelas, bahkan pernah dua kali
mengalami Bullying. Tidak sedikit dari mereka yang mengeluh
ketika ditugaskan oleh guru karena sekelompok dengan saya. Menyakitkan memang,
tapi apa boleh buat, saya memang payah dibidang akademik, soal keluhan dari
mereka, itu adalah hak mereka. Serupa seperti semasa di SD, hal itu hanyalah
sementara. Mereka menganggap keberadaan saya ketika saya diapresiasi oleh guru
seni budaya, bu Sri Sugianti. Ketika itu saya mendapat nilai tertinggi dikelas
dalam pelajaran seni budaya yang kebetulan adalah tes menggambar. Begitu pun
dengan masa SMA dan kuliah. Saya memperkenalkan diri bukan melalui ucapan dan
figur, tapi melalui seni rupa, khususnya menggambar.
Akhirnya saya menyimpulkan,
bahwa peran seni bagi saya adalah memperkenalkan diri, dan mengubah pandangan
orang yang sebelumnya acuh tak acuh menjadi menganggap diri saya benar-benar ada.
Bahkan lebih dari itu, melalui gambarlah saya mengutarakan isi hati kepada
seseorang. Berbeda dengan kebanyakan orang, saya mengutarakan isi hati bukan
melalui setangkup mawar, bukan melalui puisi yang romantis, bukan pula melalui
pertunjukan musik romantis di depan wanita yang diidaminya sambil hujan-hujanan
dibawah rintikan gerimis yang manja, dan yang lebih mainstream bukan
pula melalui kata-kata langsung. Saya mengutarakan isi hati kepada seseorang
melalui gambar, menggambar wajahnya dalam bentuk sketsa, dan tentu saja tanpa
sepengetahuannya. Sedikit pengecut, saya mencuri photonya melalui media sosial
tanpa seizinnya yang kemudian saya gambar wajah yang ada di photonya. Saya tidak
tahu persis, apakah melalui gambar itu dia langsung mengetahui isi hati saya atau
tidak, yang jelas setelah hari dimana saya memberikan gambar wajahnya kepada
dia, sikap dia pun menjadi berubah, dalam arti menjadi lebih terbuka terkadang
bersikap peduli. Lagi-lagi saya menyimpulkan arti seni, yaitu bukan hanya
menyatakan imajinasi seperti yang dikatakan teman SMA saya Muthia, bukan hanya
sebagai media untuk menonjolkan diri, tetapi juga untuk mengutarakan isi hati,
bahkan menurut saya hal tersebut jauh lebih romantis dari pada memberi puisi
sambil memberikan setangkup mawar ditambah rintikan gerimis.
Benar sekali yang diutarakan
oleh guru SMA saya, bu Yurma, Seni adalah bebas. Bebas disitu adalah makna
tersirat, yang berarti kebebasan. Kebebasan dalam apa? Tentu saja dalam
mengekspresikan diri. Melalui seni, saya bisa menonjolkan diri dihadapan
teman-teman, organisasi, bahkan dihadapan seseorang yang saya cintai. Saya merasa
membebaskan diri saya dari belenggu keputusasaan dan jeruji rasa kurang percaya
diri. Pernah sesekali terpikir, siapa diri ini jika tidak pernah
mengandalkan seni yang berarti bebas? Apakah saya akan memiliki banyak teman SD, SMP,
SMA, dan Kuliah yang banyak? Apakah seseorang yang saya cintai akan mengenal saya? Saya rasa tidak juga, maksudnya tidak ada yang tahu. Melalui seni juga karisma seseorang bertambah.
Lagi-lagi saya menyimpulkan arti seni yang lebih baru, ‘seni sebagai penambah
karisma’. Lalu bagaimana lagi, kita tidak bisa membatasi arti seni, karna seni
adalah bebas.