Istilah terbaru yang kita jumpai pada
saat ini ialah kata 'Mager' (males gerak). Boleh saya katakan bahwa itu adalah
masalah terbesar bagi saya sebagai mahasiswa. Mungkin juga bagi sebagian orang
sebagai pekerja. Hal tersebut membuat kita kehilangan tenaga seketika, dan juga
merupakan sebab dan akibat kehilangan motivasi hidup. Pernahkah anda merasakan hal tersebut? Adalah
pengalaman yang pahit ketika kita mengalami hal tersebut yang berujung pada
penyesalan. Saya salah satu mahasiswa yang sering kali mengalami ‘mager’, jauh
di dalam hati hanya terucap, “nanti
sajalah, besok sajalah, lain kali saja ahh.. masih lama”. Pada akhirnya itu semua berbuah yang
pahit, itu semua terasa ketika saya melaksanakan ujian tengah semester (UTS),
sungguh membosankan ketika merasakan penyesalan yang datang belakangan. Melihat
hasil UTS yang tidak memuaskan yang diakibatkan sebelumnya saya selalu
memprioritaskan membaringkan tubuh dengan malas-malasan. Tapi sejujurnya,
ketika saya ‘mager’, hal yang saya rasakan adalah ketidaktenangan, resah setiap
kali melihat detik jam berjalan mengelilingi porosnya. Sebenarnya saya sudah
menyadari bahwa habits ‘mager’ menganalogikan seperti manusia yang tertancap di
bumi bagaikan pasak. Terkadang saya berpikir ketika saya hanya tiduran di atas
ranjang yang empuk sambil mengabaikan hal-hal yang lebih penting, bagaikan
seekor ternak yang dikandangkan dan terikat di tiang bambu. Setelah mengalami
penyesalan yang sangat pahit lantaran melihat nilai UTS yang membuat mata
perih, yang saya butuhkan adalah motivasi dari dalam, dan motivasi dari luar
juga tentunya.
Mager (verb),
adalah tindakan yang melalaikan dan menganggap remeh akan suatu kerjaan,
kegiatan, tugas, amanah, dan janji yang dimiliki dan yang direncanakan. Ada
salah satu perbedaan yang sangat menonjol antara manusia dengan tumbuhan.
Diamnya tumbuhan, memberikan manfaat bagi manusia yang memerlukan oksigen dan
pangan, sedangkan diamnya manusia, tentu saja menyusahkan manusia yang ada di
lingkungan sekitarnya. pernahkah anda memperhatikan air? Pernahkah
membandingkan air yang diam tergenang dengan air yang mengalir? Jika anda
diberi pilihan untuk merendamkan badan, tentu saja anda akan memilih air yang
mengalir. Kenapa? Kita meyakini bahwa air yang mengalir adalah air yang bersih
dan lebih sehat jika dibandingkan dengan air yang diam tergenang. Yaa,,!! Air
yang diam tergenang tentu saja lebih banyak mengandung bakteri penyakit,
terlihat keruh, dan berbau tidak sedap. Air yang mengalir lebih jelas
tujuannya, yaitu ke tempat yang lebih rendah dan bermuara ke laut yang sangat
luas. Berbeda dengan air yang diam dan tergenang. hanya terpaku pada tempat
yang dipijak saja, seolah-olah tidak berani melangkah ke depan sedikit pun, dan
yang lebih jelas adalah, air yang diam tergenang tidak akan pernah mengenal dan
bermuara di laut dan samudra yang begitu indah dan luas. Sama halnya pada diri
kita, apakah seperti air yang diam tergenang? Atau mengalir dan bertujuan?.
Orang yang ’mager’ adalah yang digambarkan seperti air yang diam dan tergenang.
Hanya akan menjadi penyakit bagi dirinya sendiri, hidupnya tidak memiliki
tujuan, tidak bertambah wawasannya, tidak bisa melihat dunia secara luas, dan
tidak ada kemajuan. Orang yang tidak ‘mager’? tentu saja seperti air yang
mengalir, bersih, sehat, tujuan aliran kehidupannya jelas, pada akhirnya dapat
bermuara ke samudra, samudra pengetahuan dan wawasan. Orang yang tidak ‘mager’
memiliki visi yang jelas, tidak seperti daun yang hanyut di sungai, tidak
seperti buih-buih di lautan.
Mager (noun),
adalah sesuatu yang sangat sulit disingkirkan, karna bagaimana pun juga hal itu
adalah hasil dari keberhasilan syaitan yang menggoda kita agar melupakan tujuan
hidup di dunia ini. Walaupun habits ‘mager’ belum sempurna hilang dari diri
saya, tapi lambat laun dengan izin Allah SWT akan hilang. Ada pertanyaan yang
sering saya tanyakan ke diri saya sendiri ketika merasa ‘mager’, “saya memiliki alat gerak sempurna
yang diberikan Allah SWT, lalu mengapa masih malas gerak?, keluarga saya
memiliki latar belakang pekerja keras, bahkan bapa saya bisa mempunyai toko
material bangunan dan kebun kelapa sawit dari nol, apakah tradisi keluarga saya
sebagai pekerja keras akan terhenti di saya?, apakah saya akan melahirkan
generasi dan keturunan yang pemalas?, dan apa akibatnya jika saya terus-menerus
seperti ini?, apakah cita-cita dan impian akan tercapai?, ketika saya lebih
memilih berdiam diri daripada berinovasi, apakah saya masih berhak dikatakan
makhluk hidup?, apakah kebiasaan yang seperti ini menggambarkan adanya nyawa di
dalam jiwa saya?, lalu, apa yang harus dipertanggungjawabkan di hadapan Allah
SWT atas nikmat yang diberikan?”. Yaa benar, ketika saya menjadikan ‘mager’
menjadi kebiasaan saya, maka seolah-olah jiwa saya tak bernyawa. Maka dari itu,
jangan remehkan motivasi, jangan remehkan inovasi, jangan remehkan sebuah visi.
Bagaimana pun juga kita hidup di dunia bukanlah sia-sia belaka, Allah SWT
menyuruh kita untuk senantiasa bertebaran ke muka bumi, dalam rangka apa? Dalam
rangka ibadah dan terpacu akan ridho Allah SWT. Masih ‘mager’ dalam hal
kegiatan yang penting? Masih ‘mager’ dalam hal ibadah kepada Allah SWT? Maka,
kuburlah diri sendiri, karna sesungguhnya jiwanya sudah tidak bernyawa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar