Rabu, 07 Desember 2016

Seni itu Bebas


Hari itu, saya masih duduk di bangku SMA kelas X, saya ingat betul pada saat pelajaran Seni rupa, guru menanyakan hal yang simpel namun berbobot,
“oke anak-anak, saya akan kasih pertanyaan buat kalian.” Kata guru seni rupa yang bernama bu Yurmawati, biasa dipanggil bu Yurma.
“baik buu...” jawab kami serempak.
“baiklah,, apa yang dimaksud dengan seni?” tanya bu Yurma serius.
Kelas hening sejenak. Akhirnya ada salah satu siswi yang mengangkatkan tangannya bermaksud untuk menjawab pertanyaan yang diajukan bu Yurma dengan percaya diri.
“ohh,, bagus Muthia, silahkan..” kata bu Yurma sambil senyum
“seni adalah imajinasi dan keresahan diri yang tertuang dalam kertas, suara, maupun alat-alat lainnya” jawab Muthia.
“hmm.. imajinasi dan keresahan diri.. baiklah sangat bagus, beri applouse buat Muthia” sanjung bu Yurma.
Kini kelas begitu ramai dengan suara tepuk tangan.
“baiklah, apakah ada lagi yang ingin mengutarakan arti seni?” tanya bu Yurma kembali.
Kelas kembali hening, dan tidak ada satu pun yang mengangkat tangan setelah Muthia, sepertinya kebanyakan dari siswa dan siswi di kelas sudah terlanjur takjub dan minder dengan jawaban Muthia.
“tidak ada? Baiklah aku akan memberi tahu kepada kalian arti dari seni, kalian mau tahu?” kata bu Yurma.
“iyaa buu...” jawab kami serempak.
“baiklah,, seni adalah,, Bebas” jawab bu Yurma singkat.
Benar-benar membingungkan dengan jawaban yang diutarakan bu Yurma, sangat singkat. Alhasil salah satu dari kami bertanya lantaran tidak begitu puas dengan jawaban yang diutarakan bu Yurma.
“maaf bu, maksudnya apa yah?” tanya Dicki dengan mimik wajah yang penuh tanya dan kebingungan.
“haha,, Ibu harus jawab apa, seni itu bebas, semua yang ada di sekitar kalian, yang kalian lakukan, yang kalian pikirkan, dan fashion kalian tidak terlepas dari seni” jawab bu Yurma dengan geli.
Sama seperti Dicki, saya juga merasa bingung dengan yang dimaksud bu Yurma. Namun setelah dipikir-pikir beberapa tahun kemudian, akhirnya saya mengerti apa yang dimaksud guru seni rupa semasa SMA ku itu. Hidup saya tidak terlepas dari seni, seni rupa khususnya. Ayah dan ibu saya memiliki hobi yang sama, yaitu menggambar, hasilnya saya mewarisi hobi mereka dan bisa dibilang menjadi bakat sejak kecil. Yaa,,! saya termasuk salah satu anak yang cepat progresnya dalam belajar hal-hal yang berkaitan dengan seni rupa, ditambah lagi hobi saya adalah menggambar, bagian dari seni rupa. Saya termasuk orang yang tidak terlalu pintar dalam hal akademik, tidak termasuk orang yang hebat dalam berbagai cabang olah raga, tidak begitu lancar ketika berbicara di depan umum bahkan kelas sendiri, dan yang sangat disesalkan adalah kurangnya ilmu pengetahuan tentang islam. Tapi ada satu hal yang membuat saya gampang dikenal oleh teman-teman di sekitar, yaitu melalui menggambar.
SDS Muhammadiyah 18, saya ingat betul ketika datang sebagai murid baru pada kelas 2. Awalnya teman-teman sekelas bersikap acuh tak acuh, tidak ada yang menyapa dan memperkenalkan diri lantaran saya adalah anak murid baru. Tapi hal itu hanyalah sementara, satu minggu berselang, saya dikenal oleh teman sekelas, karna pada pelajaran seni rupa saya menggambar pemandangan dan dihiasi oleh orang-orang yang beraktivitas sebagai objek di gambar tersebut. Saya ingat betul pada saat itu teman-teman sekelas berkumpul dan mengitari meja tempat saya menggambar, dan tidak sedikit dari mereka yang memuji bahkan minta digambarin.
Beberapa tahun kemudian tibalah masanya saya menduduki bangku SMPN 53 Jakarta, salah satu SMP Negri terbaik nomor dua di Jakarta Utara. Saya termasuk orang yang pendiam dan tertutup di kelas. Ada beberapa hal yang saya ingat sampai sekarang adalah ketika diremehkan oleh salah satu teman sekelas, bahkan pernah dua kali mengalami Bullying. Tidak sedikit dari mereka yang mengeluh ketika ditugaskan oleh guru karena sekelompok dengan saya. Menyakitkan memang, tapi apa boleh buat, saya memang payah dibidang akademik, soal keluhan dari mereka, itu adalah hak mereka. Serupa seperti semasa di SD, hal itu hanyalah sementara. Mereka menganggap keberadaan saya ketika saya diapresiasi oleh guru seni budaya, bu Sri Sugianti. Ketika itu saya mendapat nilai tertinggi dikelas dalam pelajaran seni budaya yang kebetulan adalah tes menggambar. Begitu pun dengan masa SMA dan kuliah. Saya memperkenalkan diri bukan melalui ucapan dan figur, tapi melalui seni rupa, khususnya menggambar.
Akhirnya saya menyimpulkan, bahwa peran seni bagi saya adalah memperkenalkan diri, dan mengubah pandangan orang yang sebelumnya acuh tak acuh menjadi menganggap diri saya benar-benar ada. Bahkan lebih dari itu, melalui gambarlah saya mengutarakan isi hati kepada seseorang. Berbeda dengan kebanyakan orang, saya mengutarakan isi hati bukan melalui setangkup mawar, bukan melalui puisi yang romantis, bukan pula melalui pertunjukan musik romantis di depan wanita yang diidaminya sambil hujan-hujanan dibawah rintikan gerimis yang manja, dan yang lebih mainstream bukan pula melalui kata-kata langsung. Saya mengutarakan isi hati kepada seseorang melalui gambar, menggambar wajahnya dalam bentuk sketsa, dan tentu saja tanpa sepengetahuannya. Sedikit pengecut, saya mencuri photonya melalui media sosial tanpa seizinnya yang kemudian saya gambar wajah yang ada di photonya. Saya tidak tahu persis, apakah melalui gambar itu dia langsung mengetahui isi hati saya atau tidak, yang jelas setelah hari dimana saya memberikan gambar wajahnya kepada dia, sikap dia pun menjadi berubah, dalam arti menjadi lebih terbuka terkadang bersikap peduli. Lagi-lagi saya menyimpulkan arti seni, yaitu bukan hanya menyatakan imajinasi seperti yang dikatakan teman SMA saya Muthia, bukan hanya sebagai media untuk menonjolkan diri, tetapi juga untuk mengutarakan isi hati, bahkan menurut saya hal tersebut jauh lebih romantis dari pada memberi puisi sambil memberikan setangkup mawar ditambah rintikan gerimis.
Benar sekali yang diutarakan oleh guru SMA saya, bu Yurma, Seni adalah bebas. Bebas disitu adalah makna tersirat, yang berarti kebebasan. Kebebasan dalam apa? Tentu saja dalam mengekspresikan diri. Melalui seni, saya bisa menonjolkan diri dihadapan teman-teman, organisasi, bahkan dihadapan seseorang yang saya cintai. Saya merasa membebaskan diri saya dari belenggu keputusasaan dan jeruji rasa kurang percaya diri. Pernah sesekali terpikir, siapa diri ini jika tidak pernah mengandalkan seni yang berarti bebas? Apakah saya akan memiliki banyak teman SD, SMP, SMA, dan Kuliah yang banyak? Apakah seseorang yang saya cintai akan mengenal saya? Saya rasa tidak juga, maksudnya tidak ada yang tahu. Melalui seni juga karisma seseorang bertambah. Lagi-lagi saya menyimpulkan arti seni yang lebih baru, ‘seni sebagai penambah karisma’. Lalu bagaimana lagi, kita tidak bisa membatasi arti seni, karna seni adalah bebas.

Selasa, 06 Desember 2016

Mager, ketika jiwa tak bernyawa

Istilah terbaru yang kita jumpai pada saat ini ialah kata 'Mager' (males gerak). Boleh saya katakan bahwa itu adalah masalah terbesar bagi saya sebagai mahasiswa. Mungkin juga bagi sebagian orang sebagai pekerja. Hal tersebut membuat kita kehilangan tenaga seketika, dan juga merupakan sebab dan akibat kehilangan motivasi hidup. Pernahkah anda merasakan hal tersebut? Adalah pengalaman yang pahit ketika kita mengalami hal tersebut yang berujung pada penyesalan. Saya salah satu mahasiswa yang sering kali mengalami ‘mager’, jauh di dalam hati hanya terucap, “nanti sajalah, besok sajalah, lain kali saja ahh.. masih lama”. Pada akhirnya itu semua berbuah yang pahit, itu semua terasa ketika saya melaksanakan ujian tengah semester (UTS), sungguh membosankan ketika merasakan penyesalan yang datang belakangan. Melihat hasil UTS yang tidak memuaskan yang diakibatkan sebelumnya saya selalu memprioritaskan membaringkan tubuh dengan malas-malasan. Tapi sejujurnya, ketika saya ‘mager’, hal yang saya rasakan adalah ketidaktenangan, resah setiap kali melihat detik jam berjalan mengelilingi porosnya. Sebenarnya saya sudah menyadari bahwa habits ‘mager’ menganalogikan seperti manusia yang tertancap di bumi bagaikan pasak. Terkadang saya berpikir ketika saya hanya tiduran di atas ranjang yang empuk sambil mengabaikan hal-hal yang lebih penting, bagaikan seekor ternak yang dikandangkan dan terikat di tiang bambu. Setelah mengalami penyesalan yang sangat pahit lantaran melihat nilai UTS yang membuat mata perih, yang saya butuhkan adalah motivasi dari dalam, dan motivasi dari luar juga tentunya.
Mager (verb), adalah tindakan yang melalaikan dan menganggap remeh akan suatu kerjaan, kegiatan, tugas, amanah, dan janji yang dimiliki dan yang direncanakan. Ada salah satu perbedaan yang sangat menonjol antara manusia dengan tumbuhan. Diamnya tumbuhan, memberikan manfaat bagi manusia yang memerlukan oksigen dan pangan, sedangkan diamnya manusia, tentu saja menyusahkan manusia yang ada di lingkungan sekitarnya. pernahkah anda memperhatikan air? Pernahkah membandingkan air yang diam tergenang dengan air yang mengalir? Jika anda diberi pilihan untuk merendamkan badan, tentu saja anda akan memilih air yang mengalir. Kenapa? Kita meyakini bahwa air yang mengalir adalah air yang bersih dan lebih sehat jika dibandingkan dengan air yang diam tergenang. Yaa,,!! Air yang diam tergenang tentu saja lebih banyak mengandung bakteri penyakit, terlihat keruh, dan berbau tidak sedap. Air yang mengalir lebih jelas tujuannya, yaitu ke tempat yang lebih rendah dan bermuara ke laut yang sangat luas. Berbeda dengan air yang diam dan tergenang. hanya terpaku pada tempat yang dipijak saja, seolah-olah tidak berani melangkah ke depan sedikit pun, dan yang lebih jelas adalah, air yang diam tergenang tidak akan pernah mengenal dan bermuara di laut dan samudra yang begitu indah dan luas. Sama halnya pada diri kita, apakah seperti air yang diam tergenang? Atau mengalir dan bertujuan?. Orang yang ’mager’ adalah yang digambarkan seperti air yang diam dan tergenang. Hanya akan menjadi penyakit bagi dirinya sendiri, hidupnya tidak memiliki tujuan, tidak bertambah wawasannya, tidak bisa melihat dunia secara luas, dan tidak ada kemajuan. Orang yang tidak ‘mager’? tentu saja seperti air yang mengalir, bersih, sehat, tujuan aliran kehidupannya jelas, pada akhirnya dapat bermuara ke samudra, samudra pengetahuan dan wawasan. Orang yang tidak ‘mager’ memiliki visi yang jelas, tidak seperti daun yang hanyut di sungai, tidak seperti buih-buih di lautan.

Mager (noun), adalah sesuatu yang sangat sulit disingkirkan, karna bagaimana pun juga hal itu adalah hasil dari keberhasilan syaitan yang menggoda kita agar melupakan tujuan hidup di dunia ini. Walaupun habits ‘mager’ belum sempurna hilang dari diri saya, tapi lambat laun dengan izin Allah SWT akan hilang. Ada pertanyaan yang sering saya tanyakan ke diri saya sendiri ketika merasa ‘mager’, “saya memiliki alat gerak sempurna yang diberikan Allah SWT, lalu mengapa masih malas gerak?, keluarga saya memiliki latar belakang pekerja keras, bahkan bapa saya bisa mempunyai toko material bangunan dan kebun kelapa sawit dari nol, apakah tradisi keluarga saya sebagai pekerja keras akan terhenti di saya?, apakah saya akan melahirkan generasi dan keturunan yang pemalas?, dan apa akibatnya jika saya terus-menerus seperti ini?, apakah cita-cita dan impian akan tercapai?, ketika saya lebih memilih berdiam diri daripada berinovasi, apakah saya masih berhak dikatakan makhluk hidup?, apakah kebiasaan yang seperti ini menggambarkan adanya nyawa di dalam jiwa saya?, lalu, apa yang harus dipertanggungjawabkan di hadapan Allah SWT atas nikmat yang diberikan?”. Yaa benar, ketika saya menjadikan ‘mager’ menjadi kebiasaan saya, maka seolah-olah jiwa saya tak bernyawa. Maka dari itu, jangan remehkan motivasi, jangan remehkan inovasi, jangan remehkan sebuah visi. Bagaimana pun juga kita hidup di dunia bukanlah sia-sia belaka, Allah SWT menyuruh kita untuk senantiasa bertebaran ke muka bumi, dalam rangka apa? Dalam rangka ibadah dan terpacu akan ridho Allah SWT. Masih ‘mager’ dalam hal kegiatan yang penting? Masih ‘mager’ dalam hal ibadah kepada Allah SWT? Maka, kuburlah diri sendiri, karna sesungguhnya jiwanya sudah tidak bernyawa.

Hujan di Ba'da Isya

Suara yang terdengar menyejukan hati, menenangkan pikiran, menentramkan pendengaran. Suara yang seakan-akan merayu untuk bermain keluar kamar tempat aku memejamkan mata dikala lelah. Suara yang teduh seolah-olah mengobati sekujur tubuh yang terasa sangat letih setelah beraktivitas. Suara yang membuat kita teringat, betapa beruntungnya negri Indonesia ini. yaa,, gemercik suara hujan yang tidak terlalu deras dan tanpa gemuruh yang mendampinginya. Tidak seperti biasanya, di kota Bogor hujan sering kali turun ketika menjelang maghrib,  kali ini hujan turun pada waktu ba'da Isya. Sungguh keberkahan dari Allah bagi orang-orang yang berdoa pada waktu ba'da Isya ini. Berbicara soal hujan ba'da Isya, aku tiba-tiba saja teringat akan suatu peristiwa yang membuat ku senang, karna pada saat itu aku membantu teman spesial ku dikala dia sedih. walaupun tidak seberapa bantuan ku, setidaknya aku berhasil membuatnya tersenyum, bahkan beberapa saat dia tertawa lepas. 
Saat itu benar-benar hari yang buruk baginya, memulai pagi hari untuk beraktivitas dalam berorganisasi yang dia berkecipung di dalamnya, dibentak-bentak dan sikap senioritas yang diterima dari kakak kelasnya, hingga sampailah ba'da Isya dalam keadaan sedih dan letih untuk pulang ke kost'annya. Namun hal tersebut tidaklah berjalan lancar, karna di depan kost'annya berlangsung acara tahlilan memperingati 1000 hari almarhum tetangganya, dan hal tersebut membuat dirinya terhalang untuk mendekati pintu kamarnya. Saat itu dia memutuskan untuk meninggalkan tempat tersebut dan menyinggahkan dirinya di teras warung Internet yang tidak terlalu jauh dari kost'annya. Sedikit menyesalkan keadaannya, dia tidak bisa menahan air mata yang akan keluar dari kelopak matanya. 
Waktu yang bersamaan aku berencana untuk memulai obrolan dengannya melalui media sosial, hingga akhirnya aku memutuskan untuk menemuinya setelah mengetahui keadaannya walaupun tanpa sepengetahuan dia, karna aku tahu betul apa yang dia rasakan pada saat itu. Aku juga memutuskan untuk memberikan sesuatu yang dapat mengobati kekecewaannya, yaitu es krim, yaa,, dia benar-benar menyukai es krim, baginya es krim ialah obat segalanya. Ketika aku datang menghampiri, dengan sedikit tatapan tidak menyangka dia ekspresikan di hadapan ku. Terlihat air matanya yang jernih nan indah jatuh melata melalui permukaan pipinya. Sedikit malu, dengan segera dia mengusapkan air matanya menggunakan tangan dan tisu yang digenggamnya.
"assalamu'alaikum" salam ku.
"wa'alaikum salam" jawabnya dengan suara yang nyaris tidak terdengar. 
"heheh sudah dong, jangan nangis, malu loh dilihat orang.."
"aku nggak nangis..." jawabnya dengan nada yang sedikit tegar.
"nih ada es krim, dimakan yah.."
"terima kasih.." jawabnya dengan tatapan tidak menyangka dan diselingi senyuman tipis setelahnya.
Kali ini aku merasa benar-benar senang, terlihat senyum tipis di wajahnya disaat tangannya yang mungil mengambil es krim pemberian ku. Mulailah aku duduk di samping kanannya dengan jarak sekitar satu meter. Tidak lama kemudian, hujan turun tanpa permisi dan tidak menampakkan tanda-tanda sebelumnya, hujan pada saat itu sama halnya dengan hujan yang aku hadapi pada sekarang ini, sejuk, tenang, teduh, dan tanpa gemuruh. 
Saat itu aku memulai perbincangan dengannya, bermula menanyakan tentang masalah yang dia hadapi pada hari itu, hingga bercerita tentang hijrah Rasulullah SAW yang mana aku mengikuti kajian majelis ilmu pada pagi hari sebelumnya. Sebenarnya ada beberapa yang aku bincangkan dengan dia pada hari itu, sehingga dia bisa melepaskan tawanya. Sampai tiba waktunya, jam tangan menunjukan pukul 21.10 wib, benar-benar tidak terasa selama dua jam kami berbincang, pada saat itu aku membenarkan yang dikatakan seorang ilmuan fisika yang bernama Albert Einstein "ketika anda berbincang dengan seseorang yang ada suka selama dua jam, maka akan terasa seperti dua menit. sedangkan jika anda memanaskan tangan anda diatas kompor selama dua menit, maka akan terasa seperti dua jam, itulah yang dinamakan relativitas".
       Aku pun memutuskan untuk mengsurvei lokasi acara tahlilan didepan kost'an dia. Kebetulan acaranya sudah selesai, namun masih banyak orang disana yang saling berjabat tangan dan berbincang satu sama lain, dengan segera aku memberikan kabar baik bahwa dia sudah bisa pulang dan beristirahat di kost'anya. Kembali terlihat senyum tulus darinya sambil membangkitkan tubuhnya yang sudah duduk selama dua jam lebih. Tidak sebatas mengabarkan, aku juga menemaninya hingga ke depan pintu kost'annya, setelah itu barulah aku bergegas kembali ke kontrakan ku sewaktu aku masih bertempat di jakarta.
"terima kasih yaa.." kata dia disaat aku sudah bergerak meninggalkannya dengan senyuman menghiasi wajahnya.
"iya, sama-sama.." jawab ku sambil menatap wajahnya kembali.
Sungguh situasi yang sulit, ketika aku harus melangkah meninggalkannya, tapi sangat disayangkan ketika aku tanpa sengaja melihat senyuman tulus di wajahnya, membuat sesak sesaat di dada, sangat manis wajahnya. Waktu yang singkat namun penuh cerita, berbincang dan sesekali ketawa satu sama lain sambil duduk di teras dan berteduh di bawah hujan yang turun pada ba'da Isya yang menyejukkan.

Kini pada keadaan yang bisa dibilang serupa, aku hanya duduk sendirian di kamar asrama sambil menatap buku-buku yang ada di hadapan ku. Benar-benar sendirian, yang di rasa bukan lah canda tawa seperti halnya pada saat itu, tapi yang dirasa hanya lah rindu. Entahlah bisa atau tidak, jika hal ini bisa terjadi, pada saat ini aku hanya ingin menitipkan salam rindu ku kepadanya melalui hujan pada ba'da Isya ini, dan mungkin saja akan sampai salam rindu ku kepadanya bagaikan hembusan angina yang menyejukkan. Saat ini aku hanya bertanya-tanya tanpa sebuah jawaban. Apakah dia sedang bersedih? apakah dia sedang merasa letih? apakah dia sedang menyadap es krim? aku tidak akan tahu keadaanya saat ini, namun aku berdoa pada hujan yang diberkati ini, semoga dia baik-baik saja dan senyum manis selalu menghiasi wajahnya.

Senin, 05 Desember 2016

Umisbah (Umat Islam dan Lebah)

Lebah, kalian tahu lebah? Lebah adalah serangga yang sering kali dikaitkan dengan madu. Bahkan ketika kita membeli madu dalam kemasan, baik dalam bentuk sachet, botol, terkadang tidak luput ada lebah yang eksis di kemasan tersebut. Yaa! bagaimana pun juga lebah adalah salah satu serangga yang mengolah madu. Tapi untuk saat ini saya tidak akan menjelaskan bagaimana cara Lebah membuat madu, melainkan menjelaskan kehidupan lebah itu sendiri. Saya jadi ingat ketika ustad saya berkata, "terkadang sifat umat Islam bisa kita analogikan dengan kehidupan lebah..." Paparan pak ustad yang bernama (yth.) Hamzah.
Beliau menekankan bahwa lebah merupakan salah satu dari bermilyar-milyaran Jenis hewan di bumi yang menyukai tempat bersih. Hal tersebut bisa dibuktikan keberadaannya yang selalu terlihat di kebun berbunga. Dikatakan juga bahwa ciri rumah yang bersih salah satunya adalah keberadaan sarang lebah di langit-langit rumah tersebut. Lalu bagaimana dengan umat islam? Seperti yang kita ketahui, Allah SWT menyukai kebersihan dan keindahan. Bahkan Rasulullah SAW pernah bersabda "kebersihan sebagian dari iman" HR. Bukhari & Muslim. Melalui  dalil tersebut dapat disimpulkan bahwa keharusan umat Islam dalam menjaga kebersihan. Bukankah hal tersebut terdapat kemiripan dengan lebah yang hidup di tempat bersih lantaran perintah ratunya?.
Selanjutnya yang dipaparkan beliau dari segi manfaatnya. Baiklah sepertinya saya akan sedikit mengulas kaitannya antara Lebah dengan madu. Madu yang kita santap pada awalnya berasal dari bunga. Hal itu bermula dari lebah yang hinggap di atas mahkota bunga dan mengambil sari madu dengan nektarnya dan mengambil sari madu tanpa permisi. Apakah itu merugikan bunga yang dihinggapinya? Tentu saja tidak, bukankah di pelajaran biologi kita sudah mengetahui bahwa interaksi antara bunga dan lebah adalah simbiosis mutualisme? Lebah di sana tidak hanya mengambil madunya, tapi juga berperan dalam penyerbukan bunga yang dihinggapinya, alhasil terjadi fertilisasi dan berkembang biak secara generatif. Paparan tersebut menjelaskan keberadaan lebah yang memberi manfaat tanpa merusak sumber daya yang diambilnya. Lebah mendapatkan madu yang sangat bermanfaat bagi manusia, dan bunga yang dihinggapinya mendapat manfaat yang jauh lebih penting. Lalu bagaimana dengan umat Islam?, Menurut Qs. Al-Baqarah (2) : 30, Allah SWT ingin menjadikan kita khalifah di muka bumi, dalam arti kita diberi amanah untuk mengelola bumi dengan sebaik-baiknya, tanpa harus merusak dan mengeksploitasi secara berlebihan. Karna, apalah arti dari sebuah kebahagiaan dalam mengelola alam, selain memberi manfaat satu sama lain? Apalah arti prioritas sejati dalam mengelola bumi, selain ridho ilahi? Sudah seharusnya bagi umat Islam untuk mengelola alam dengan sebaik-baiknya tanpa merusaknya, lebih baik lagi jika kita memberikan timbal balik yang positif bagi sumberdaya alam yang kita manfaatkan. Namun jangan lupa, sumberdaya yang kita kelola, harus bermanfaat bagi manusia yang lainnya, Seperti halnya lebah yang menghasilkan madu demi kepentingan kita semua.
Terakhir, inilah yang paling menarik disampaikan beliau. Pernahkah anda 'disuntik' lebah? Ingat, saya yakin hal tersebut bermula dari kesalahan anda. Seperti apa? Yaa katakan saja mengganggu Lebah yang berlalu-lalang di dekat anda, seperti mengusirnya menggunakan tangan. Ketika lebah tersebut merasa terancam, dia tidak akan kabur, apalagi pura-pura mati. Yaa,,! Dia melawan anda sendirian. Lebih parah lagi ketika anda mengganggu sarang lebah. Sudah dipastikan anda akan dikejar habis-habisan oleh segerombol lebah yang berada di sarang yang anda ganggu. Tentunya mereka tidak akan puas sampai anda terkena 'suntikannya', kecuali jika anda pandai bersembunyi ataupun menyelam ke kolam. Lalu, bagaimana dengan umat Islam? Baru-baru ini kita telah melewati peristiwa bersejarah, yaitu aksi 411 dan 212. Hal tersebut tercatat sebagai aksi dengan jumlah peserta terbesar sepanjang sejarah Indonesia. Tercatat mencapai 2,5 juta peserta aksi pada 411, dan 7 juta peserta aksi pada 212. Lalu, apa yang menyebabkan umat islam berbondong-bondong turun aksi dengan jumlah peserta yang dikerahkan luar biasa dahsyatnya? Jawabannya sederhana, kitab suci Al-qur'an telah diganggu menggunakan lisan yang benar-benar tidak dapat ditoleransi. Pada awalnya seluruh umat Islam hidup biasa saja dan toleransi tanpa mengganggu kehidupan orang lain, namun ketika terdengar bahwa kitab suci Al-qur'an telah dilecehkan, seluruh umat islam bersatu, tak perduli dengan harta dan tenaga. Persatuannya membuat musuh takut sekaligus takjub, Gemanya membuat seluruh jagat menunduk dan merinding, dan berbicara soal aksi 411 maupun 212, seperti halnya lebah, umat Islam turun aksi tanpa merusak sedikit pun fasilitas, tanpa meninggalkan sedikit pun sampah dan kotoran yang ditinggalkan. Karna sejatinya umat Islam ialah tidak merusak, mencintai kebersihan, dan memiliki persatuan yang tinggi.