Rabu, 07 Desember 2016

Seni itu Bebas


Hari itu, saya masih duduk di bangku SMA kelas X, saya ingat betul pada saat pelajaran Seni rupa, guru menanyakan hal yang simpel namun berbobot,
“oke anak-anak, saya akan kasih pertanyaan buat kalian.” Kata guru seni rupa yang bernama bu Yurmawati, biasa dipanggil bu Yurma.
“baik buu...” jawab kami serempak.
“baiklah,, apa yang dimaksud dengan seni?” tanya bu Yurma serius.
Kelas hening sejenak. Akhirnya ada salah satu siswi yang mengangkatkan tangannya bermaksud untuk menjawab pertanyaan yang diajukan bu Yurma dengan percaya diri.
“ohh,, bagus Muthia, silahkan..” kata bu Yurma sambil senyum
“seni adalah imajinasi dan keresahan diri yang tertuang dalam kertas, suara, maupun alat-alat lainnya” jawab Muthia.
“hmm.. imajinasi dan keresahan diri.. baiklah sangat bagus, beri applouse buat Muthia” sanjung bu Yurma.
Kini kelas begitu ramai dengan suara tepuk tangan.
“baiklah, apakah ada lagi yang ingin mengutarakan arti seni?” tanya bu Yurma kembali.
Kelas kembali hening, dan tidak ada satu pun yang mengangkat tangan setelah Muthia, sepertinya kebanyakan dari siswa dan siswi di kelas sudah terlanjur takjub dan minder dengan jawaban Muthia.
“tidak ada? Baiklah aku akan memberi tahu kepada kalian arti dari seni, kalian mau tahu?” kata bu Yurma.
“iyaa buu...” jawab kami serempak.
“baiklah,, seni adalah,, Bebas” jawab bu Yurma singkat.
Benar-benar membingungkan dengan jawaban yang diutarakan bu Yurma, sangat singkat. Alhasil salah satu dari kami bertanya lantaran tidak begitu puas dengan jawaban yang diutarakan bu Yurma.
“maaf bu, maksudnya apa yah?” tanya Dicki dengan mimik wajah yang penuh tanya dan kebingungan.
“haha,, Ibu harus jawab apa, seni itu bebas, semua yang ada di sekitar kalian, yang kalian lakukan, yang kalian pikirkan, dan fashion kalian tidak terlepas dari seni” jawab bu Yurma dengan geli.
Sama seperti Dicki, saya juga merasa bingung dengan yang dimaksud bu Yurma. Namun setelah dipikir-pikir beberapa tahun kemudian, akhirnya saya mengerti apa yang dimaksud guru seni rupa semasa SMA ku itu. Hidup saya tidak terlepas dari seni, seni rupa khususnya. Ayah dan ibu saya memiliki hobi yang sama, yaitu menggambar, hasilnya saya mewarisi hobi mereka dan bisa dibilang menjadi bakat sejak kecil. Yaa,,! saya termasuk salah satu anak yang cepat progresnya dalam belajar hal-hal yang berkaitan dengan seni rupa, ditambah lagi hobi saya adalah menggambar, bagian dari seni rupa. Saya termasuk orang yang tidak terlalu pintar dalam hal akademik, tidak termasuk orang yang hebat dalam berbagai cabang olah raga, tidak begitu lancar ketika berbicara di depan umum bahkan kelas sendiri, dan yang sangat disesalkan adalah kurangnya ilmu pengetahuan tentang islam. Tapi ada satu hal yang membuat saya gampang dikenal oleh teman-teman di sekitar, yaitu melalui menggambar.
SDS Muhammadiyah 18, saya ingat betul ketika datang sebagai murid baru pada kelas 2. Awalnya teman-teman sekelas bersikap acuh tak acuh, tidak ada yang menyapa dan memperkenalkan diri lantaran saya adalah anak murid baru. Tapi hal itu hanyalah sementara, satu minggu berselang, saya dikenal oleh teman sekelas, karna pada pelajaran seni rupa saya menggambar pemandangan dan dihiasi oleh orang-orang yang beraktivitas sebagai objek di gambar tersebut. Saya ingat betul pada saat itu teman-teman sekelas berkumpul dan mengitari meja tempat saya menggambar, dan tidak sedikit dari mereka yang memuji bahkan minta digambarin.
Beberapa tahun kemudian tibalah masanya saya menduduki bangku SMPN 53 Jakarta, salah satu SMP Negri terbaik nomor dua di Jakarta Utara. Saya termasuk orang yang pendiam dan tertutup di kelas. Ada beberapa hal yang saya ingat sampai sekarang adalah ketika diremehkan oleh salah satu teman sekelas, bahkan pernah dua kali mengalami Bullying. Tidak sedikit dari mereka yang mengeluh ketika ditugaskan oleh guru karena sekelompok dengan saya. Menyakitkan memang, tapi apa boleh buat, saya memang payah dibidang akademik, soal keluhan dari mereka, itu adalah hak mereka. Serupa seperti semasa di SD, hal itu hanyalah sementara. Mereka menganggap keberadaan saya ketika saya diapresiasi oleh guru seni budaya, bu Sri Sugianti. Ketika itu saya mendapat nilai tertinggi dikelas dalam pelajaran seni budaya yang kebetulan adalah tes menggambar. Begitu pun dengan masa SMA dan kuliah. Saya memperkenalkan diri bukan melalui ucapan dan figur, tapi melalui seni rupa, khususnya menggambar.
Akhirnya saya menyimpulkan, bahwa peran seni bagi saya adalah memperkenalkan diri, dan mengubah pandangan orang yang sebelumnya acuh tak acuh menjadi menganggap diri saya benar-benar ada. Bahkan lebih dari itu, melalui gambarlah saya mengutarakan isi hati kepada seseorang. Berbeda dengan kebanyakan orang, saya mengutarakan isi hati bukan melalui setangkup mawar, bukan melalui puisi yang romantis, bukan pula melalui pertunjukan musik romantis di depan wanita yang diidaminya sambil hujan-hujanan dibawah rintikan gerimis yang manja, dan yang lebih mainstream bukan pula melalui kata-kata langsung. Saya mengutarakan isi hati kepada seseorang melalui gambar, menggambar wajahnya dalam bentuk sketsa, dan tentu saja tanpa sepengetahuannya. Sedikit pengecut, saya mencuri photonya melalui media sosial tanpa seizinnya yang kemudian saya gambar wajah yang ada di photonya. Saya tidak tahu persis, apakah melalui gambar itu dia langsung mengetahui isi hati saya atau tidak, yang jelas setelah hari dimana saya memberikan gambar wajahnya kepada dia, sikap dia pun menjadi berubah, dalam arti menjadi lebih terbuka terkadang bersikap peduli. Lagi-lagi saya menyimpulkan arti seni, yaitu bukan hanya menyatakan imajinasi seperti yang dikatakan teman SMA saya Muthia, bukan hanya sebagai media untuk menonjolkan diri, tetapi juga untuk mengutarakan isi hati, bahkan menurut saya hal tersebut jauh lebih romantis dari pada memberi puisi sambil memberikan setangkup mawar ditambah rintikan gerimis.
Benar sekali yang diutarakan oleh guru SMA saya, bu Yurma, Seni adalah bebas. Bebas disitu adalah makna tersirat, yang berarti kebebasan. Kebebasan dalam apa? Tentu saja dalam mengekspresikan diri. Melalui seni, saya bisa menonjolkan diri dihadapan teman-teman, organisasi, bahkan dihadapan seseorang yang saya cintai. Saya merasa membebaskan diri saya dari belenggu keputusasaan dan jeruji rasa kurang percaya diri. Pernah sesekali terpikir, siapa diri ini jika tidak pernah mengandalkan seni yang berarti bebas? Apakah saya akan memiliki banyak teman SD, SMP, SMA, dan Kuliah yang banyak? Apakah seseorang yang saya cintai akan mengenal saya? Saya rasa tidak juga, maksudnya tidak ada yang tahu. Melalui seni juga karisma seseorang bertambah. Lagi-lagi saya menyimpulkan arti seni yang lebih baru, ‘seni sebagai penambah karisma’. Lalu bagaimana lagi, kita tidak bisa membatasi arti seni, karna seni adalah bebas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar